Rabu, 01 Juni 2016

Antara Amal dan Nominal



Assalamualaikum sahabat…
Pagi sekitar jam 9, HP saya bordering. Saya lihat ada nomor baru yang memanggil. Terdengar suara dari seberang, “ Hallo, assalamualaikum”. Kata seseorang di seberang.”wa alaikum salam”,sambung saya. “pak mul ada dimana sekarang?” tanyanya. “Saya ada di kantor, di blok E”. jawab saya kepada seseorang yang ternyata  adalah ibu ifah, rekan guru di tempat saya mengejar . “ pak mul bisa ke blok D gak sekarang?”. “memangnya ada apa bu?” Jawab saya. “ minta tolong sampean yang membacakan do’a. karena kebetulan orang yang  biasa menyampaikan do’a  juga sedang mengadakan perpisahan hari ini di MTs masing-masing. Jadi saya meminta tolong kepada sampean , soalnya gak ada lagi yang saya kenal yang biasa membacakan doa.  Doa-doa yang biasa aja, doa selamat kah. Tolong ya. Saya tunggu di gedung serba guna di tempat acara. “ insya Allah bu saya segera kesana, sebentar saya selesaikan makan dulu.ok, terima kasih. Inggih, sama-sama bu. Jawab saya sambil setengah heran.
Lepas makan, saya pun memacu motor ke tempat acara di gedung serba guna tempat berlangsungnya acara perpisahan anak-anak TK Dharma Bakti kecamatan Angsana. Dalam perjalanan saya sambil memikirkan, kok bisa  ya saya dua hari berturut-turut membacakan do’a di sebuah acara formal yang dihadiri banyak orang. Dalam hati saya berfikir kok segitu susahnya ya orang-orang untuk mau membacakan doa. Padahal tidak ada aturan khusus harus membacakan doa ini ataupun itu. Yang jelas membaca doa saja. Bahkan kalo saya pikir-pikirpun doa dalam bahasa Indonesia pun tidak ada masalah. Bahkan itu mungkin lebih baik karena orang-orang yang kita ajak untuk berdoa paham akan maksud doa yang kita bacakan. Namun, yaa memang begitulah fenomena saat ini. Betapa semakin susah dan langkanya mencari orang-orang yang mempunyai kompetensi di bidang keagamaan, walaupun hanya untuk sekedar membacakan doa.
Dalam perjalanan itu pun saya memantapkan tekad untuk hanya sekedar ingin lebih banyak bermanfaat untuk orang lain. Karena memang itulah prinsip hidup yang saya ketahui. Bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang paling banyak memberi  manfaat buat orang lain disekelilingnya.  Seperti  itulah kira-kira ajaran nabi yang masih saya ingat sampai sekarang.
Tak lama berselang sampailah saya ditempat acara. Sebagaimana di hari pertama ketika saya ditunjuk sebagai pembaca doa, saya pun hari ini datang dengan sedikit gugup. Maklum saya datang ke tempat acara yang memang diluar perkiraan saya sebelumnya. Jadi bisa dikatakan mendadak dan tiba-tiba.Namun  sayapun berusaha menenangkan diri. Seolah-olah saya memang orang penting yang memang dibutuhkan kehadirannya. Hal ini saya lakukan untuk menghilangkan rasa minder yang sudah menjadi tabiat saya sejak dari kecil.. setelah mengikuti serangkaian prosesi acara, akhirnya tibalah giliran saya. Meskipun terbilang acara penutup tetapi tetap rasa gugup itu hadir meski saya sudah mempersiapkan segenap kata-kata yang mudah-mudahan pas di telinga para pendengar yang hadir waktu itu.
Singkat cerita doa pun selesai, dan saya segera berpamitan dengan bapak di samping saya. Ketika di pintu keluar saya dicegat oleh ibu-ibu muda sambil menjulurkan amplop yang isinya sudah bisa saya tebak. Untuk menghilangkan perhatian yang lain saya pun menerima dengan singkat dan hanya mengucapkan terima kasih. Tanpa diduga, di luar ruangan saya dicegat lagi oleh ibu kepala PAUD yang memberikan amplop lagi namun kali ini bersama sekotak nasi bungkus.”maaf pak itu tadi salah amplop” begitu katanya. Sayapun tanpa ragu menukar amplop yang sudah saya terima sebelumnya dengan amplop yang dikasih oleh ibu kepala PAUD tersebut. Alhasil, setelah sampai di rumah saya membuka amplop tersebut,”Alhamdulillah ya Allah, rezeki dari mu memang datang tanpa di duga dan dengan cara yang tidak disangka-sangka. Begitu gumam saya ketika membuka isi amplop yang berjumlah Rp 150.000. sungguh angka yang pantastis menurut saya. Karena hanya sekedar membacakan doa yang semua orang pun bisa dalam singkat bisa saya mendapatkan uang sejumlah itu. Mungkin ini terlihat biasa bagi sebagian orang tapi baru kali ini terjadi bagi saya. Niat amal yang saya lakukan ternyata Allah mengganjarnya dengan nilai nominal. Sungguh sebuah anugerah rezeki yang patut saya syukuri.
Beberapa saat setelah itu saya baru mendapat jawaban tentang apa hikmah dari sepintas kejadian sederhana tersebut. Bahwa ternyata memang rezeki Allah itu  datang tanpa di duga dan disangka-sangka. Selain itu, ternyata sebagian masyarakat cukup menghargai orang-orang yang mempunyai kemampuan di bidang agama. Bukan berarti saya memiliki kemampuan agama yang mumpuni. Saya hanya sekedar bisa baca dan “mau membacakan”. Itu saja. Selebihnya saya hanya belajar dari buku dan mendengar ceramah di macam-macam tempat. Memang sih Idealnya kita harus punya seorang guru yang khusus mengajarkan kita tentang perkara-perkara agama sampai kita di ijazahkan sebagai orang yang layak untuk menyampaikan pesan-pesan agama. Tetapi terus terang saya belum punya kemampuan untuk itu. Saya berharap suatu saat allah menunjukkan saya jalannya.
Disisi lain, sebagian masyarakat kita ada yang melabeli para ustad dan kiyai sebagai ustadz bayaran bahkan beberapa waktu lalu ada saja infotaiment yang menobatkan seorang ustadz sebagai ustad dengan tarif tertinggi di Indonesia. Sebenarnya kalau kita mau mengkaji ilmu lebih dalam, sudah selayaknya seorang kiyai itu djunjung dan di agungkan karena memang begiltulah cara dan adab kita terhadap seorang ahli ilmu. Begitulah kira-kira imam al ghazali mengajarkan dalam kitab ihya ulumuddin. Selain itu dalam suatu kesempatan acara maulid nabi saya pernah mendengar dari salah seorang ustad di tempat saya bahwa ilmu itu ditempuh dengah banyak pengorbanan. Pengorbanan waktu dan biaya. Sehingga wajar jika kita pun memberikan tarif  yang layak kepada mereka. Sebagai bentuk timbal balik dari yang sudah mereka lakukan. Kita (jamaah) lah yang seharusnya membutuhkan guru bukan guru yang membutuhkan kita. Begitu kira-kira ucapan beliau yang saya ingat.
Namun seyogyanya memang seorang ustadz  atau kiyai tidak pantas untuk menentukan berapa bayaran yang harus diterimanya jika dia memberikan ceramah ataupun perkara-perkara agama lainnya karena memang sudah kewajibnnya lah untuk menyampaikan pesan dakwah. Tetapi untuk mengimbangi itu sudah sewajarnya para kaum muslimin muslimat memahami bahwa seharusnya para ustad dan kiyai yang menyampaikan pesan agama dihargai dengan harga setinggi-tingginya, begitulah adab kita terhadap seorang ahli ilmu. Jadi seorang kiayai idealnya dia hanya berniat beramal tanpa menentukan nilai nominal. Karena kalau sudah ditentukan nilai nominal maka berkah dari ilmu yang disampaikan pun akan hilang. Biarlah urusan nominal menjadi kewajiban  para jamaah yang mengundang kehadiran mereka seberapa kemampuannya, namun tetap dalam porsi penghargaan yang wajar. Jika kedua sudut pandang ini kita terapkan. Tentunya akan lebih banyak lagi acara-acara positif berupa ceramah agama yang hadir di tengah-tengah masyarakat kita sebagai benteng untuk mencegah segala tindak tanduk dan peluang kemaksiatan yang mungkin saja terjadi kapan saja.
Seharusnya  kita merasa malu jika artis yang kita datangkan dari jauh-jauh yang hanya membawa hiburan dan lebih banyak mudharatnya kita bayar dengan harga setinggi langit. Sedangkan para ustad dan kiyai yang menyampaikan pesan-pesan agama dan kebaikan kita perlakukan lebih rendah dari padanya  karena kita tidak mau membayar  dengan harga yang pantas.tentunya ini sebuah ironi.
Begitullah diantara sekelumit hikmah yang dapat saya pahami semoga kita tetap dalm lindungan Allah dan rahmat dari Nya. Amiin..

Selasa, 17 Mei 2016

Sekolah Islam Terpadu (SIT), Upaya Membangun Peradaban Ummat Yang Lebih Religius dan Berakhlak.



Assalamualaikum wr.wb…
Ahlan wa sahlan sahabat-sahabat dunia maya ku. Kali ini saya ingin sedikit berbagi cerita tentang sekolah dasar yang sedang saya rintis. Meskipun bahasanya “sedang saya rintis”, namun bukan berarti saya lah pendirinya. Saya hanyalah yang mengawali nahkoda sebagai pimpinan di sekolah dasar tersebut. Tepatnya sekolah dasar islam terpadu (SDIT) AN NAHL Angsana.
Sahabat sekalian yang berbahagia, sekolah islam terpadu (SIT) adalah sebuah sekolah islam moderat (seperti itu saya melihatnya) yang menjadi pilihan alternative bagi warga masyarakat Indonesia. Berawal dari lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993 di wilayah Jabodetabek, sekolah Islam terpadu (SIT) telah berkembang pesat di seluruh Indonesia.
Kelima sekolah yang menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat itu, SIT terus bermunculan dan  berkembang.
Ketua JSIT Indonesia Sukro Muhab mengungkapkan, inspirasi membangun sekolah Islam bermutu didorong keinginan mendirikan sekolah yang bebas dari sekularisme.
Yakni, sekolah yang mengintegrasikan pendidikan umum dan agama dalam suatu jalinan kurikulum, pembelajaran, dan lingkungan terpadu. Tingginya minat masyarakat menyekolahkan putra-putrinya di SIT, menurut Sukro, tak lepas dari tiga kunci utama keberhasilan proses pendidikan di SIT. Pertama, niat dan dedikasi pendidik di SIT berpijak pada motif menggapai ridha Allah SWT semata. Kedua, kepercayaan dan harapan yang tinggi dari orang tua kepada SIT. Ketiga, dukungan masyarakat, pemerintah, dan pihak lain bagi kebangkitan sekolah Islam bermutu.
Kini, perkembangan sekolah Islam menjadi tren yang fenomenal di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal itu ditandai dengan munculnya semangat menolak fenomena sekularisme dalam filosofi pendidikan.
Seorang peneliti dari  Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura, mengungkapkan, SIT menolak dikotomi antara pendidikan agama dan sekuler. Peneliti itu menambahkan, SIT berkembang di kota-kota besar dan diminati kalangan menengah ke atas. Para penyelenggara SIT kebanyakan dari kalangan Muslim terdidik yang memiliki tingkat kesadaran Islam yang tinggi. Keberadaan SIT, baik penyebaran maupun pertumbuhannya di Indonesia, sangat dipengaruhi keberadaan JSIT Indonesia.
JSIT Indonesia merupakan organisasi yang dibentuk para pendiri SIT. Setelah mengalami pertumbuhan cukup signifikan, mereka menggagas payung organisasi yang berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pemberdayaan SIT.
Menurut Sukro, JSIT Indonesia menjadi wadah berhimpunnya sekolah Islam yang memiliki filosofi, konsepsi, dan aplikasi sama dalam penyelenggaraan sekolah. Mayoritas menggunakan brand SIT mulai dari pendidikan tingkat usia dini, sekolah dasar, sampai sekolah menengah.
JSIT Indonesia yang berdiri pada 31 Juli 2003 dinakhodai Dr Fahmy Alaydroes, yang juga ketua yayasan pendidikan Nurul Fikri. Kini, JSIT memasuki usia satu dekade. Banyak pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekolah Islam yang berafiliasi dalam jaringannya.
Selain menggelar sederet pelatihan, JSIT Indonesia bekerja sama dengan lembaga pendidikan internasional. Antara lain, International Center for Educational Excellence Malaysia, Association For Academic Quality Pakistan, Sekolah Islam Al Irsyad dan Aljuneid Singapura, Smart Bestari Thailand, dan Khoirat Foundation Turki.
Segudang prestasi diraih peserta didik dan SIT dalam ajang nasional dan intenasional. Baik dalam kompetisi olimpiade sains maupun kegiatan olahraga dan seni. Tak kalah pentingnya rata-rata lulusan SDIT mampu menghafal satu juz Alquran, sedangkan SMPIT dan SMAIT lebih dari dua juz. (Heri Ruslan, http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/01/31).
Alhamdulillah saat ini SDIT AN NAHL Angsana sudah menjadi bagian dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia. Dan merupakan SIT pertama yang ada di Kecamatan Angsana. Meskipun begitu tidak mudah untuk mendirikan sekolah tersebut. Banyak liku dan tantangan yang harus dihadapi. Dari mulai tempat yang selalu berpindah-pindah, masih rendahnya komitmen para guru, dan kurangnya dukungan di tingkat local. Namun hal ini tentunya sudah menjadi mafhum. Karena sekolah islam terpadu bisa dikatakan sebagai sekolah “baru” khususnya bagi warga masyarakat yang tinggal di pedesaan seperti kami. Sehingga cenderung masih dipandang sebelah mata. Namun hal ini menjadi tantangan yang memicu semangat kami untuk terus meningkatkan diri guna mendapatkan  pengakuan dari masyarakat khususnya pemerintah daerah di Kabupaten Tanah Bumbu. Di Tanah Bumbu sendiri sudah muncul beberapa sekolah islam terpadu yang lebih dahulu mengawali. Diantaranya ada SIT Ar Rasyid, SIT Dhia El Widad, dan SIT Rumah Pintar Indonesia.
Belajar dari pengalaman yang sempat penulis dapatkan di SDIT Ukhuwah Banjarmasin, Sekolah islam terpadu adalah sebuah wadah yang tepat yang dapat membentuk kepribadian dan semangat berprestasi dari anak-anak calon pemimpin masa depan. Berbagai aktivitas di dalam dan diluar sekolah cukup menjadi jawaban akan hal itu. Bagaimana seorang anak yang tidak hanya cakap dalam computer, juga aktif dalam menghafal al qur’an. Selain itu budaya-budaya islami yang keliatannya sederhana namun cukup membekas di hati saya waktu itu. Akhlak terpuji dan kejujuran adalah sebuah kartu AS yang  menjadi point penting yang selalu tertanam di benak saya dan hal itu yang selalu didoktrinasi oleh para guru kepada siswa-siswanya di sekolah tersebut.
Menurut pandangan penulis, point terakhir ini adalah menjadi kata kunci yang menjawab berbagai fenomena “sakitnya”dunia pendidikan saat ini. sakitnya dunia pendidikan dapat kita lihat pada  <a href="https://www.facebook.com/MozaikIslam/posts.html">MozaikIslam</a> 
  Oleh karena nya kami dengan segenap tenaga pendidik mencoba untuk menawarkan pendidikan alternative yang mengedepankan akhlak terpuji dan budaya islami kepada  warga masyarakat khususnya yang ada di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Semoga niat tulus kami mendapat ridho dari Allah SWT dan dukungan dari segenap masyarakat, khususnya di Kecamatan Angsana….Aamiinn
Wallohu a’lam

Senin, 18 April 2016

Nasib Orang Berjenggot



Assalamualaikum
Sahabat ku yang baik hatinya. Alhamdulillah kita senantiasa panjatkan puji syukur kehadiratNya. Atas limpahan nikmat kasih sayangNya lah kita bisa berhadir saat ini di depan layar, baik itu ditangan ataupun di komputer anda.
Hari ini saya ingin sedikit curhat. Meskipun terlihat sederhana dan sepele tetapi memang fenomena ini mewakili sebagian besar pandangan masyarakat terhadapa kaum minoritas muslim di tanah air. Bahkan hamper-hampir sulit dibedakan yang mana kelompok masyarakat yang menerapkan sunnah dan mana yang melanggar sunnah bahkan menciderai kaum muslimin secara umum. Tanpa sengaja atau mungkin sedikit iseng, teman saya di fesbuk mengomentari penampilan saya yang memang mungkin terlihat berbeda dari orang kebanyakan. saya memelihara jenggot. Alhamdulillah sampai saat ini masih setia dengan style saya yang selalu mempertahankan jenggot. Saya pikir hal yang lumrah jika teman saya mengomentari penampilan saya. Karena memang dikeluarga saya pun cuma saya yang berjenggot. Bahkan di hamper sekeliling lingkungan tempat tinggal saya. Tidak heran jika saya bertemu dengan teman-teman pun mereka pasti akan mengomentari penampilan saya.
Namun saya pikir “penting” untuk menjelaskan kenapa saya sampai saat ini masih tetap setia dengan gaya “pemuda berjenggot”. Bukannya ikut trend dan ingin terlihat nyentrik, tetapi hendaknya setiap yang kita lakukan ada dasar ilmu yang mengikutinya. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap yang kita lakukan tentunya akan kita pertanggung jawabkan kelak di akhirat dihadapan Allah SWT. Menurut ilmu yang saya pahami, bahwa memelihara jenggot merupakan salah satu dari sekian banyak sunnah nabi yang seyogyanya diikuti oleh hamba-hamba allah yang beriman. Sudah menjadi kebiasaan disetiap pembukaan acara-acara besar keagamaan bahwa akan selalu diawali dengan pujian kepada Allah SWT dan  sholawat kepada nabi Muhammad SAW. Sholawat bagi saya merupakan bukti cinta. Bahkan lebih jauh dari itu seorang yang mengaku ummat nabi Muhammad sudah sewajarnya mengikuti setiap kata(hadist) dan perilaku(sunnah) dari nabinya. Sebagai mana hadist nabi Muhammad yang berbunyi, “barang siapa mengaku sebagai ummatku, maka hendaklah dia mengikuti sunnah ku dan barang siapa mengikuti sunnah ku maka dia akan bersamaku di dalam surga”(H.R. Muslim).
Fenomena beberapa tahun terkahir ini, meyiratkan betapa tersudutkannya kaum muslimin yang berusaha menjalankan ajaran agamanya(baca; sunnah nabi). Terlebih ketika pasca tragedy 11 september terjadi. Setiap kaum muslimin selalu dicurigai terutama yang berpenampilan berbeda dari yang lain. Tidak hanya yang berjenggot bahkan pondok pesantren pun dimasuki hanya untuk sekedar mencari tau kemungkinan-kemungkinan ada cikal-bakal teroris. Bahkan yang sedang heboh saat ini, ISIS. Ya, setiap mereka yang berpenampilan berbeda terutama yang berjenggot pasti akan dicurigai. Tidak menutup kemungkinan bahwa saudara dan tetangga disekitar anda nantinya pun akan ada yang mencurigai.
Memang hal ini tidak sepenuhnya kesalahan  masyarakat yang mencurigai. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang faktanya ada sekelompok masyarakat tertentu yang mengaku islam tetapi melakukan serangan terror, sehingga secara otomatis mereka akan di cap teroris. Dan tentunya ini akan berdampak buruk pada pandangan dunia luar terhadap kaum muslimin di manapun mereka berada.
Namun sangat disayangkan pandangan negative ini tidak hanya dating dari dunia luar (non muslim) tetapi juga kaum muslimin sendiri. Padahala sudah sangat jelas majelis ulama Indonesia (MUI) menghukum SESAT kelompok-kelompok yang mengaku muslim namun melakukan serangan terror. Kenapa demikian, karena kalau mau dipelajarai lebih jauh. Tidak pernah ada nabi mencontohkan menyampaikan dakwah dengan cara kekerasan. Bahkan dalam peperangan pun ada tata caranya. Diantaranya tidak merusak fasilitas umum, tidak membunuh orang tua dan anak-anak, tidak menebang pohon, dan lain sebagainya. Padahala jika kita menggunakan tolok ukur diatas, maka seharusnya yang menjadi teroris adalah kaum yahudi yang tanpa ampun menghakimi siapa saja yang menghalangi niat mereka. Tidak terkecuali anak-anak dan orang tua.
Oke kita beralih ke topic di atas. Dimana saat ini kaum muslimin semakin dicekoki dengan pemikiran yang menurut saya liberal akibat pengaruh media yang menyudutkan kaum berjenggot. Mungkin iseng atau sekedar candaan tetapi hal ini secara tidak langsung mendoktrin setiap orang bahwa setiap orang-orang yang berjenggot kemungkinan dia adalah orang yang fanatic, keras, dan mungkin juga teroris.
Untuk menutup curhat ini, saya ingin sedikit mengulang kembali hadist nabi Muhammad SAW, bahwa “islam itu datang dengan terasing dan akan kembali menjadi asing dan sedikit maka beruntunglah orang-orang yang sedikit dan terasing tersebut”………..wallo hu a’lam.

Rabu, 30 Maret 2016

"Integritas = kejujuran"



Assalamualaikum…
Salam sahabat dumay…!
Tadi pagi saya menghadiri undangan sosialisasi pengawas UN yang dilaksanakan oleh sub rayon Angsana yang bertempat di SMA Negeri 1 Angsana. Ada hal menarik yang membuat saya terpaksa harus menulis sehingga menjadi salah satu bacaan alternative bagi sahabat dumay sekalian. Dalam kesempatan itu, kepala sekolah SMA Negeri 1 Angsana menyampaikan rasa terima kasih nya kepada para pengawas UN pada tahun sebelumnya yang juga sebagian besar  menjadi pengawas kembali pada tahun ini karena turut berpartisipasi dalam kesuksesan pelaksanaan UN sehingga SMAN 1 Angsana menjadi salah satu dari 4 sekolah di Tanah bumbu yang meraih penghargaan sebagai sekolah yang memiliki angka integritas di atas rata-rata dalam hal pelaksanaan UN. Tiga sekolah lainnya yang mendapat penghargaan serupa adalah SMAN 1 Sungai loban, SMK Tunas Bangsa dan MAN 1 Tanah Bumbu. Peringkat ini diperoleh karena sekolah-sekolah tersebut meraih angka diatas 80 yang mungkin menjadi angka tolak ukur dari kemendiknas.
 “Saya tidak tahu persis apa yang menjadi ukuran dalam penilaian tersebut yang jelas kami cukup bangga atas prestasi ini semoga bisa dipertahankan dan menjadi lebih baik lagi tahun ini. Integritas itu dinilai dari tingkat kejujuran dalam hal pelaksanaan UN. Apalagi mulai beberapa tahun ini kelulusan siswa ditentukan oleh satuan pendidikan, jadi kami lepas saja. Dalam arti tidak perlu mengalami kekhawatiran yang berlebihan. Tugas kami sama dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya perlu memaksimalkan pendampingan yang lebih intens dan serius dalam persiapan UN. Memang pada dasarnya setiap sekolah tentunya memiliki rasa kekhawatiran jika banyak siswa mereka yang tidak lulus sehingga terkadang ada intervensi dari pihak sekolah untuk membantu anak didiknya. Namun bagi kami cukup santai saja. Lepas saja anak-anak, berikan mereka kepercayaan. Berikan mereka keyakinan bahwa mereka pasti mampu sehingga mereka tidak terbebani dan begitupun dengan sekolah. Asalkan usaha dan ikhtiar yang benar sudah dilakukan maka hasilnya serahkan kepada Allah sebagai pembuat ketentuan”, begitu cerita beliau panjang lebar dihadapan sekitar 20 orang guru yang menjadi panitia dan pengawas UN.
Dalam hati saya berpikir, Hal seperti ini yang saya mau. Saat ini pemerintah sudah memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk menjadi penentu kelulusan siswa jadi sudah selayaknya sekolah juga menjawab kepercayaan pemerintah untuk lebih professional dalam pelaksanaan UN. Tidak perlu ada ketakutan. Tidak perlu ada intervensi. Cukup berikan kepercayaan. Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa kejujuran merupakan barang langka yang sulit ditemukan dinegeri ini. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kasus-kasus yang terbongkar yang semuanya bermuara pada tidak adanya kejujuran. Hanya karena perasaan-perasaan malu kalau paling rendah, “kada nyaman amun kada membari”, bahkan ingin mendapatkan sesuatu yang lebih seseorang seringkali berlaku tidak jujur. Hampir disetiap elemen masyarakat sering ditemukan ketidakjujuran. Para anggota dewan yang terhormat sekalipun bias tertangkap pasti berawal karena masalah ketidakjujuran. Seorang pejabat publik tertangkap pasti juga karena tidak jujur. Uang tips, uang pulsa, uang lelah, uang terima kasih dan uang-uang lain yang tidak jelas alasan pembenarannya untuk diterima seringkali berwara wiri dikehidupan masyarakat kita. Saya cukup kagum dibeberapa instansi masih ada juga yang peduli dengan kejujuran walaupun mungkin itu Cuma sekedar lipstick belaka.”Terima kasih untuk tidak memberikan uang tips kepada petugas kami”. Cukup senang saya melihat tulisan itu. Dan sejujur nya saya pun ingin melihat tulisan itu ada disetiap tempat pelayanan umum yang ada dimasyarakat. Para pelayan masyarakat yang sebenarnya mereka telah digaji untuk pekerjaannya terkadang masih saja menjawab “seikhlasnya saja pak”, ketika kita menanyai berapa jumlah biaya administrasinya. memang perkataan ini lembut dan bagus tetapi terasa janggal. kita jadi bingung mau membayar berapa. Jika orang yang berurusan sebelum kita membayar 50.000 maka tentunya kita pun malu jika harus membayar dengan nominal 10.000 atau bahkan 5.000.  ini  hanyalah  sebagian kecil contoh fenomena ketidakjujuran yang terjadi di masyarakat menurut saya.
Sahabatku, hidup ini hanya sekali. Setiap perbuatan kita aka nada timbale baliknya. Kalau pun  tidak di dunia, maka di akhirat sudah pasti. Berlakulah yang jujur. Jikalaupun kita saat ini berada pada lingkungan yang acuh terhadap kejujuran, maka mulailah dari diri sendiri dan mulai dari yang kecil. Semampu yang kita bisa. Sejatinya manusia itu mempunyai hati nurani yang dapat membedakan apakah setiap tindakan yang dilakukannya apakah tindakan jujur atau tidak. Perilaku korup di Negara kita saat ini sebenarnya adalah efek dari kebiasaan-kebiasaan kecil tentang ketidakjujuran yang sudah menjadi karakternya. Sehingga ketika peluang dan kesempatan itu ada maka dengan sangat pintarnya akal licik manusia itu mencari dalih pembenaran dari apa yang dilakukannya.
Belajar dari prestasi yang diraih oleh SMAN 1 Angsana di atas, tentunya ini tidak terlepas dari visi yang dimiliki oleh pimpinan sekolah tersebut yang didukung oleh kekompakan dari setiap guru dan tata laksana sekolah yang ada di dalamnya. Sekolah sebagai wadah pembentukan karakter siswa tentunya menjadi ladang amal bagi para gurunya untuk memulai jihad membangun generasi bangsa yang jujur yang akan menjadi pewaris pemimpin masa depan. Sebagaimana yang digaungkan oleh presiden Joko Widodo, bahwa sudah saat nya Indonesia melakukan revolusi mental untuk menyongsong Indonesia emas di tahun 2025. Indonesia sudah banyak memiliki orang-orang pintar namun masih sedikit memiliki orang-orang yang jujur. Semoga kejujuran tidak hanya mudah untuk kita ucapkan, tetapi juga mudah untuk kita laksanakan. Dimulai dari hal yang kecil, dimulai dari diri sendiri dan dimulai dari saat ini. Aamiin…