Selasa, 19 Mei 2015

Cinta Terlarang



Dalam duduk ku termenung. Pikiran berkelebat tidak  karuan. Masih terekam jelas ketika satu minggu yang lalu aku memulai semua ini. Dilatar belakangi oleh sms seorang sahabat baikku yang menolak membantu  sehingga menimbulkan suasana yang tidak harmonis antara aku dan dia dalam beberapa hari terakhir. Sebuah keadaan yang aku sendiri tidak tenang dibuatnya. Aku tau dia pun pasti tidak suka dengan kondisi saat ini. Dimana sudah tepat satu minggu aku tidak bertegur sapa dengannya. Seorang teman kantor berjilbab lebar yang penuh pesona. Namun karena pesonanya inilah yang melatar belakangi ku untuk bertindak bodoh.

Ya, betindak bodoh. Kenapa? Karena aku adalah seorang laki-laki yang sudah berkeluarga dan telah mempunyai seorang anak. Namun sebagai mana umumnya bahwa kelemahan seorang lelaki terletak pada pandangannya, dan mungkin itu pula yang terjadi padaku. Ku akui sejak pertama melihatnya memang aku mempunyai perasaan yang berbeda kepadanya. Sebuah perasaan yang ketika melihatnya hati merasa senang dan bahagia. Sebuah perasaan yang ketika melihat senyum dan tawanya membuat akupun ikut tersenyum dan tertawa. Ya, mungkin inilah yang dinamakan cinta.

Tetapi sayangnya, mungkin ini juga yang disebut dengan cinta terlarang. Kenapa? Karena aku telah memiliki keluarga. Aku telah mempunyai seorang istri dan juga seorang anak. Tidak selayaknya perasaan ini ku curahkan kepada gadis itu sedangkan aku sendiri telah memiliki anak dan istri di rumah. Apalagi jika aku disuruh untuk berempati pada posisi sebagai seorang istri tentunya sulit untuk di terima. Tetapi mungkin begitulah kodrat laki-laki sehingga tidak salah di dalam kitab suci dibolehkan bagi nya untuk menikahi dua sampai empat orang jika dirasa mampu dapat berlaku adil.

“Eh pak Yadi  melamun terus perasaan dari tadi? Ada apa ya? Goda seorang teman yang membuyarkan lamunan ku. “Eh gak kok bu, Cuma pusing aja.” Jawabku sekenanya. Akhirnya akupun menyalakan laptop dan membuka Microsoft word.

Kepada

Sahabatku Yati

di tempat.

Sebelumnya aku mohon maaf jika kedatangan surat ini akan mengganggu aktivitas dan fikiran mu. Sudah satu minggu sejak kejadian tempo hari aku memendam perasaan yang tidak menentu. Antara sedih dan bahagia. Sedih karena aku tidak menyangka akan seperti ini. Dimana setiap kali aku memandang mu kamu membuang muka kepada ku. Aku sadari semua bermula dari aku. Aku memang tidak memandang dan menjawab teguran mu ketika setelah engkau menjawab permintaan bantuanku yang seolah menolak dengan ketus. Aku sadar telah terlalu banyak merepotkan mu. Karena setiap aku membutuhkan sesuatu kaulah orang pertama yang aku mintai bantuan. Sebenarnya jauh dilubuk hati terdalam aku melakukan ini karena aku terlalu mencintai mu. Dan aku sadar cintaku ini salah. Mungkin ini bisa di bilang cinta terlarang. Terlarang karena aku bukan lagi seorang pemuda seperti dulu yang bebas menentukan kemana arah cinta ini berlabuh. Kini aku telah memiliki seorang istri dan seorang anak. Tetapi haruskah aku  melarang cinta yang aku sendiri tidak kuasa menahannya? Andai saja tuhan membuka jalan untuk aku dapat memiliki kalian berdua, tentu akan aku lakukan. Tapi aku sadar hal ini tidak mudah dan  bahkan tidak mungkin, meskipun agama kita membolehkan. Terlalu banyak rintangan yang harus dilalui. Akhirnya akupun bertekad untuk membunuh cinta ini. Setidaknya memperlakukan cinta ini secara wajar . Cinta sebatas pertemanan. Dalam sebuah ungkapan dari seorang bijak, mengatakan bahwa,’untuk tidak mencintai orang yang kamu cintai adalah dengan mengingat dan memikirkan apa-apa yang kamu tidak sukai dari padanya. Buanglah pikiran yang membuat kamu menyukainya, dan gantikan dengan perasaan yang membuat kamu membencinya.’ Begitulah ungkapan yang pernah aku dengar. Entah ini sebuah kebaikan atau tidak yang jelas aku pernah mendengarnya. Aku pun mencoba scenario ini. Barangkali dengan ini aku bisa berlaku seperti apa yang seharusnya. Perasaan sebatas hubungan kerja. Yakni tidak memiliki perasaan yang berlebihan yang dapat menghancurkan hubungan persahabatan kami semua.

Tetapi diluar dugaan, aku tidak merasa nyaman dengan suasana ini. Dan agar situasi ini tidak menimbulkan tanda tanya di antara teman sekantor,  aku berharap kamu bisa mengerti dan memafkan kesalahanku. Sungguh semua ini gara-gara aku tidak tau bagaimana aku harus bersikap  atas perasaan cinta ini. Benarlah  yang disabdakan nabi bahwa “ tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.” (H.R. Bukhari 6237 dan Muslim 2560). Atas dasar ini aku tidak ingin “perang dingin” ini terus berlanjut. Biarlah aku mengangkat bendera putih pertanda menyerah atas kekalahan dan kesalahan ku selama ini. Semoga “dinda” dapat memahaminya.

Demikian  curahan hati ini aku sampaikan agar sudi kiranya engkau memaafkan ku.

                                                                                    Dari yang bersalah

                                                                                    Yadi

Surat telah selesai ku buat. Namun beratnya menulis surat belum seberapa jika dibandingkan dengan cara bagaimana aku harus menyampaikan surat ini. Akhirnya surat ini pun aku simpan dalam flasdick yang kuserahkan kepadanya. “ Bu, tolong di copy, nama filenya tugas dari pak mul.” Oh iya pak”, dengan raut keheranan tanpa menanyaiku tentang apa isi file yang tiba-tiba aku serahkan kepadanya. Sengaja aku menulis nama filenya dengan samaran “tugas” agar orang lain yang mungkin suatu saat membuka menganggap file ini benar-benar memang tugas sekolah yang aku titipkan  kepadanya.

Sejak aku memberikan file surat itu kepada Yati. Hatiku tidak hentinya gundah gulana menanti jawaban apa yang akan dilayangkannya kepada ku. Aku sadar apapun balasannya sudah merupakan konsekwensi dari ulahku sendiri. Akupun pasrah dan bertawakkal. Tak berapa lama hp ku pun  bergetar, pertanda ada sms yang masuk. Aku buka dan benar pengirimnya sesuai dugaan ku. Yati menulis pesan singkat yang isinya  “iya pak saya juga minta maaf atas perlakuan tempo hari. “tapi saya mungkin tidak bisa memblas surat piyan. Saya sebenarnya tidak ada niatan untuk tidak menegur pian tapi karena pian yang lebih dulu tidak menyapa, jadi ya apa boleh  buat akhirnya aku pun juga malu untuk menegur pian.”

Mendapat jawaban sms dari yati, hati ku sedikit lega. Meskipun juga sangat di sayangkan dia tidak berniat untuk membalas surat ku. Tapi bagi ku tidak lah mengapa. Cukup pemberiaan maaf yang ku harapkan agar suasana kembali cair seperti sedia kala. Tetapi meskipun begitu esoknya aku belum dapat menangkap kesan bahwa dia benar-benar ikhlas memaafkanku. Iseng aku membuka facebook dan  terlihat statusnya “ kejamnya diri mu”…. Sampai saat ini aku masih belum mengerti apa maksud dari status itu. Batinku masih bertanya. Kepada siapakah aku berlaku kejam? Kepada istriku? Atau kepada dirinya?... Wallo hu a’lam.

1 komentar: