Dalam duduk ku termenung. Pikiran berkelebat tidak karuan. Masih terekam jelas ketika satu minggu
yang lalu aku memulai semua ini. Dilatar belakangi oleh sms seorang sahabat
baikku yang menolak membantu sehingga
menimbulkan suasana yang tidak harmonis antara aku dan dia dalam beberapa hari
terakhir. Sebuah keadaan yang aku sendiri tidak tenang dibuatnya. Aku tau dia
pun pasti tidak suka dengan kondisi saat ini. Dimana sudah tepat satu minggu
aku tidak bertegur sapa dengannya. Seorang teman kantor berjilbab lebar yang
penuh pesona. Namun karena pesonanya inilah yang melatar belakangi ku untuk
bertindak bodoh.
Ya, betindak bodoh. Kenapa? Karena aku adalah seorang
laki-laki yang sudah berkeluarga dan telah mempunyai seorang anak. Namun
sebagai mana umumnya bahwa kelemahan seorang lelaki terletak pada pandangannya,
dan mungkin itu pula yang terjadi padaku. Ku akui sejak pertama melihatnya memang
aku mempunyai perasaan yang berbeda kepadanya. Sebuah perasaan yang ketika
melihatnya hati merasa senang dan bahagia. Sebuah perasaan yang ketika melihat
senyum dan tawanya membuat akupun ikut tersenyum dan tertawa. Ya, mungkin
inilah yang dinamakan cinta.
Tetapi sayangnya, mungkin ini juga yang disebut dengan cinta
terlarang. Kenapa? Karena aku telah memiliki keluarga. Aku telah mempunyai
seorang istri dan juga seorang anak. Tidak selayaknya perasaan ini ku curahkan
kepada gadis itu sedangkan aku sendiri telah memiliki anak dan istri di rumah.
Apalagi jika aku disuruh untuk berempati pada posisi sebagai seorang istri
tentunya sulit untuk di terima. Tetapi mungkin begitulah kodrat laki-laki
sehingga tidak salah di dalam kitab suci dibolehkan bagi nya untuk menikahi dua
sampai empat orang jika dirasa mampu dapat berlaku adil.
“Eh pak Yadi melamun
terus perasaan dari tadi? Ada apa ya? Goda seorang teman yang membuyarkan
lamunan ku. “Eh gak kok bu, Cuma pusing aja.” Jawabku sekenanya. Akhirnya
akupun menyalakan laptop dan membuka Microsoft word.
Kepada
Sahabatku Yati
di tempat.
Sebelumnya aku mohon maaf jika kedatangan surat ini akan
mengganggu aktivitas dan fikiran mu. Sudah satu minggu sejak kejadian tempo
hari aku memendam perasaan yang tidak menentu. Antara sedih dan bahagia. Sedih
karena aku tidak menyangka akan seperti ini. Dimana setiap kali aku memandang
mu kamu membuang muka kepada ku. Aku sadari semua bermula dari aku. Aku memang
tidak memandang dan menjawab teguran mu ketika setelah engkau menjawab
permintaan bantuanku yang seolah menolak dengan ketus. Aku sadar telah terlalu
banyak merepotkan mu. Karena setiap aku membutuhkan sesuatu kaulah orang
pertama yang aku mintai bantuan. Sebenarnya jauh dilubuk hati terdalam aku
melakukan ini karena aku terlalu mencintai mu. Dan aku sadar cintaku ini salah.
Mungkin ini bisa di bilang cinta terlarang. Terlarang karena aku bukan lagi
seorang pemuda seperti dulu yang bebas menentukan kemana arah cinta ini berlabuh.
Kini aku telah memiliki seorang istri dan seorang anak. Tetapi haruskah aku melarang cinta yang aku sendiri tidak kuasa
menahannya? Andai saja tuhan membuka jalan untuk aku dapat memiliki kalian
berdua, tentu akan aku lakukan. Tapi aku sadar hal ini tidak mudah dan bahkan tidak mungkin, meskipun agama kita
membolehkan. Terlalu banyak rintangan yang harus dilalui. Akhirnya akupun
bertekad untuk membunuh cinta ini. Setidaknya memperlakukan cinta ini secara
wajar . Cinta sebatas pertemanan. Dalam sebuah ungkapan dari seorang bijak,
mengatakan bahwa,’untuk tidak mencintai orang yang kamu cintai adalah dengan
mengingat dan memikirkan apa-apa yang kamu tidak sukai dari padanya. Buanglah
pikiran yang membuat kamu menyukainya, dan gantikan dengan perasaan yang
membuat kamu membencinya.’ Begitulah ungkapan yang pernah aku dengar. Entah ini
sebuah kebaikan atau tidak yang jelas aku pernah mendengarnya. Aku pun mencoba
scenario ini. Barangkali dengan ini aku bisa berlaku seperti apa yang
seharusnya. Perasaan sebatas hubungan kerja. Yakni tidak memiliki perasaan yang
berlebihan yang dapat menghancurkan hubungan persahabatan kami semua.
Tetapi diluar dugaan, aku tidak merasa nyaman dengan suasana
ini. Dan agar situasi ini tidak menimbulkan tanda tanya di antara teman
sekantor, aku berharap kamu bisa
mengerti dan memafkan kesalahanku. Sungguh semua ini gara-gara aku tidak tau
bagaimana aku harus bersikap atas perasaan
cinta ini. Benarlah yang disabdakan nabi
bahwa “ tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa)
saudaranya lebih dari 3 hari.” (H.R. Bukhari 6237 dan Muslim 2560). Atas dasar
ini aku tidak ingin “perang dingin” ini terus berlanjut. Biarlah aku mengangkat
bendera putih pertanda menyerah atas kekalahan dan kesalahan ku selama ini.
Semoga “dinda” dapat memahaminya.
Demikian curahan hati
ini aku sampaikan agar sudi kiranya engkau memaafkan ku.
Dari
yang bersalah
Yadi
Surat telah selesai ku buat. Namun beratnya menulis surat
belum seberapa jika dibandingkan dengan cara bagaimana aku harus menyampaikan
surat ini. Akhirnya surat ini pun aku simpan dalam flasdick yang kuserahkan kepadanya.
“ Bu, tolong di copy, nama filenya tugas dari pak mul.” Oh iya pak”, dengan
raut keheranan tanpa menanyaiku tentang apa isi file yang tiba-tiba aku
serahkan kepadanya. Sengaja aku menulis nama filenya dengan samaran “tugas”
agar orang lain yang mungkin suatu saat membuka menganggap file ini benar-benar
memang tugas sekolah yang aku titipkan
kepadanya.
Sejak aku memberikan file surat itu kepada Yati. Hatiku
tidak hentinya gundah gulana menanti jawaban apa yang akan dilayangkannya
kepada ku. Aku sadar apapun balasannya sudah merupakan konsekwensi dari ulahku
sendiri. Akupun pasrah dan bertawakkal. Tak berapa lama hp ku pun bergetar, pertanda ada sms yang masuk. Aku
buka dan benar pengirimnya sesuai dugaan ku. Yati menulis pesan singkat yang
isinya “iya pak saya juga minta maaf
atas perlakuan tempo hari. “tapi saya mungkin tidak bisa memblas surat piyan.
Saya sebenarnya tidak ada niatan untuk tidak menegur pian tapi karena pian yang
lebih dulu tidak menyapa, jadi ya apa boleh
buat akhirnya aku pun juga malu untuk menegur pian.”
Mendapat jawaban sms dari yati, hati ku sedikit lega.
Meskipun juga sangat di sayangkan dia tidak berniat untuk membalas surat ku.
Tapi bagi ku tidak lah mengapa. Cukup pemberiaan maaf yang ku harapkan agar
suasana kembali cair seperti sedia kala. Tetapi meskipun begitu esoknya aku
belum dapat menangkap kesan bahwa dia benar-benar ikhlas memaafkanku. Iseng aku
membuka facebook dan terlihat statusnya
“ kejamnya diri mu”…. Sampai saat ini aku masih belum mengerti apa maksud dari
status itu. Batinku masih bertanya. Kepada siapakah aku berlaku kejam? Kepada
istriku? Atau kepada dirinya?... Wallo hu a’lam.
komentar aaahhh...
BalasHapus